Tuesday, May 28, 2013

Kutipan: Rich Dad, Poor Dad (Robert T. Kiyosaki bersama Sharon L.Lechter C.P.A)


Buku ini menceritakan 2 “ayah” Robert T. Kiyosaki, yakni ayah kandungnya -sebagai kepada dinas pendidikan di Hawaii, yang berpendidikan tinggi, tapi tidak mengajarkan -yang disebut Robert- intelegensi finansial, dan meninggal dunia tanpa meninggalkan sepeser uang. Ayahnya ini dipanggilnya “poor dad” karena dianggapnya tidak melek finansial. Sedangkan ayah ke-2, sebenarnya adalah ayah temannya (nama temannya adalah Mike) yang ketika mereka berdua masih berumur 9 tahun, “ayah” tsb ( disebutnya “rich dad”) mulai berbisnis banyak (toko, konstruksi, restoran) dalam skala kecil, dan meninggal dalam keadaan mewariskan imperium bisnis kepada anaknya, si Mike.
Hal 29:
“Jadi, apa yang akan memecahkan masalah?”, tanya saya. “Menerima begitu saja uang 10 sen yang amat kecil ini dan tersenyum?”
Ayah saya yang kaya tersenyum,”Itulah yang dilakukan oleh banyak orang. Mereka dengan pasrah hanya menerima slip gaji karena tahu bahwa tanpa itu, mereka sekeluarga akan kesulitan secara finansial. Tetapi hanya itu yang mereka lakukan, menanti kenaikan upah dengan berpikir bahwa uang yang lebih banyak akan memecahkan masalah. Kebanyakan hanya menerimanya, dan sebagian mencari pekerjaan sambilan untuk bekerja lebih keras, tapi lagi-lagi menerima upah yang kecil”.
Saya duduk memandangi lantai, mulai memahami pelajaran yang diberikan oleh ayah saya yang kaya. Saya bisa merasakan inilah rasanya kehidupan. Akhirnya saya memandang ke atas lagi dan bertanya, “Jadi, apa yang akan memecahkan masalah?”
“Ini”, katanya sambil menepuk kepala saya perlahan-lahan. “Benda di antara kedua telingamu ini.”
Hal 40; penjelasan oleh Rich Dad:
“Tidak, kekayaan tidak memecahkan masalah. Saya akan menjelaskan emosi yang lain, yaitu hasrat dan keinginan. Ada yang menyebutnya ketamakan, tapi saya lebih senang menyebutnya keinginan. Sangatlah wajar bila orang menginginkan sesuatu yang lebih baik, lebih indah, lebih menyenangkan. Jadi orang bekerja untuk uang karena keinginan. Mereka menginginkan uang untuk kesenangan yang mereka pikir bisa mereka beli. Tetapi kesenangan yang dibawa oleh uang seringkali tidak lama, dan mereka pun segera menginginkan uang lebih banyak untuk mendapatkan kesenangan lebih banyak, kenikmatan lebih banyak dan keterjaminan lebih banyak. Karena itu mereka terus bekerja, mengira bahwa uang akan menenangkan jiwa mereka yang diganggu oleh rasa takut dan keinginan. Tetapi uang tidak dapat menenangkan jiwa.”
Hal 58; Usahawan Terkaya
Pada tahun 1932, sekelompok pemimpin kami yang paling hebat dan para usahawan terkaya mengadakan sebuah pertemua di Hotel Edgewater Beach di Chicago. Diantara mereka yang hadir tampak Charles Schwab, pimpinan perusahaan baja terbesar; Samuel Insull, presiden perusahaan jasa publik terbesar di dunia; Howard Hopson, pimpinan perusahaan gas terbesar; Ivan Kreuger, presiden International Match Co., salah satu perusahaan terbesar di dunia pada waktu itu; Leon Frazier, presiden Bank of International Settlements; Richard Whitney, presiden New York Stock Exchange; Arthur Cotton dan Jesse Livermore, dua spekulator saham terbesar; dan Albert Fall, anggota kabinet Presiden Harding. Dua puluh lima tahun kemudaian, sembilan dari mereka (yang tercantum di atas), nasibnya berakhir seperti berikut: Schwab meninggal tanpa uang sepeser pun setelah hidup selama lima tahun dengan uang pinjaman. Insull meninggal tanpa uang di tanah asing. Kreuger dan Cotton juga meninggal tanpa uang. Hopson menjadi gila. Whitney dan Albert Fall baru saja dilepaskan dari penjara. Fraser dan Livermore mati bunuh diri.
Saya ragu apakah orang bisa mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi pada mereka. Jika kita melihat tahun terjadinya, 1923, itu persis sebelum terjadinya kehancuran pasar dan Depresi Besar pada 1929, yang saya duga berpengaruh sangat besar pada orang-orang itu dan kehidupan mereka. Poinnya adalah begini: Sekarang kita hidup dalam zaman perubahan yang lebih besar dan lebih cepat daripada yang mereka alami. Saya sangat prihatin bahwa terlalu banyak orang menaruh perhatian terlalu besar pada uang dan bukan pada harta mereka yang terpenting, yakni pendidikan mereka. Jika orang disiapkan untuk fleksibel, berpikiran terbuka, dan terus belajar, mereka akan tumbuh semakin kaya melalui perubahan-perubahan itu. Jika mereka mengiran bahwa uang akan memecahkan masalah mereka, saya khawatir orang-orang ini akan menjalani hidup yang berat dan buruk. Kecerdasan bisa memecahkan masalah dan menghasilkan uang. Memiliki uang tanpa kecerdasan finansial akan membuat uang itu cepat habis.
Kebanyakan orang tidak bisa menyadari bahwa yang penting dalam hidup ini bukanlah berapa banyak uang yang bisa Anda hasilkan, tetapi berapa banyak uang yang bisa Anda simpan. Kita tentu pernah mendengar kisah-kisah tentang orang miskin yang memenangkan undian. Secara tiba-tiba mereka menjadi kaya raya, tapi tak lama kemudian jatuh miskin lagi. Mereka memenangkan undian atau lotere jutaan dolar, tapi dalam waktu singkat mereka kembali ke titik di mana mereka mulai. Atau kisah tentang para atlet profesional, yang pada umur 24 tahun, meraup uang jutaan dolar setahun, dan tidur di bawah kolong jembatan pada umur 34 tahun. Dalam sebuah surat kabar yang saya baca ketika saya menulis buku ini, ada cerita tentang seorang pemain basket yang masih muda yang tahun lalu memiliki uang jutaan dolar. Sekarang, dia mengklaim teman-temannya, pengacara dan akuntan telah mengambil uangnya, dan saat ini dia bekerja di tempat cuci mobil dengan upah yang minim.
Hal 74: Kisah tentang bagaimana pencarian impian finansial berubah menjadi mimpi buruk finansial
Ini diperlihatkan sangat baik dengan kembali kepada pasangan muda yang keduanya sama-sama bekerja. Karena pemasukan/penghasilan mereka naik, mereka memutuskan untuk pindah (dari apartemen) dan membeli rumah impian mereka. Setelah tinggal di rumah baru, mereka mempunyai sebuah pajak baru, yang disebut pajak properti (PBB). Kemudian mereka membeli sebuah mobil baru, furnitur baru, peralatan baru yang sesuai dengan rumah baru mereka. Semuanya terjadi dalam sekejap, mereka terjaga dan kolom liabilitas mereka penuh dengan utang kredit rumah dan utang kartu kredit. Mereka sekarang terjebak dalam perlombaan tikus. Anak yang mereka harapan pun lahir sudah. Mereka bekerja lebih keras lagi. Proses itu pun terulang dengan sendirinya. bla bla  bla akhirnya kartu kredit mereka terlunasi dengan menutupnya dengan hipotek rumah. Cicilan mereka turun karena mereka memperpanjang utang mereka sampai 30 tahun lebih.
Tetangga mereka menelpon dan mengundang mereka untuk berbelanja -maklum obral besar menjelang hari raya sedang digelar di semua toko dan mal. Sebuah kesempatan untuk menghemat uang, karena harga jelas lebih murah. Mereka berkata dalam hati, “Saya tidak akan membeli apa pun. Saya akan melihat-lihat saja.” Tetapi bila kebetulan mereka menemukan sesuatu, mereka pun akan mengeluarkan kartu kredit mereka dari dompet.
Saya bertemu pasangan muda seperti ini sepanjang waktu, hanya saja nama-nama mereka berbeda, tetapi masalah finansial mereka tetap sama. Mereka datang ke salah satu seminar saya untuk menedengarkan apa yang harus saya katakan. Mereka bertanya pada saya, “Bisakah Anda mengatakan pada kami bagaimana caranya menghasilkan uang lebih banyak?” Kebiasaan mereka menghabiskan/membelanjakan uang telah membuat mereka mencari uang yang lebih banyak.
Mereka bahkan tidak tahu bahwa masalah sesungguhnya adalah bagaimana mereka memilih membelanjakan uang yang memang mereka miliki, dan itulah penyebab riil dari pergumulan finansial mereka. Ini disebabkan oleh kebutaan finansial dan tidak memahami antara aset dan liabilitas.
Uang yang lebih banyak tidak selalu menyelesaikan masalah uang yang dialami seseorang. Intelegensilah yang menyelesaikan masalah. Ada perumpamaan yang dikatakan oleh seorang teman saya berulan kali kepada mereka yang berutang, “Jika kamu mendapati dirimu dalam sebuah lubang… berhentilah menggali.”
Hal 79:
Diagram di bawah ini mengilustrasikan perbedaan persepsi antara ayah saya yang kaya dan ayah saya yang miskin mengenai rumah mereka. Ayah yang satu berpikir bahwa rumahnya adalah aset, dan ayah satunya lagi berpikir bahwa rumahnya adalah liabilitas (kewajiban).
Saya ingat ketika saya menggambar diagram berikut ini untuk memperlihatkan arah arus kas kepada ayah saya. Saya juga memperlihatkan kepadanya pengeluaran tambahan akibat memiliki rumah. Sebuah rumah yang lebih besar berarti pengeluaran yang lebih besar, dan arus kas terus keluar melalui kolom pengeluaran.
Hal 127
Permainan CASHFLOW (buatan Robert, red) didisain untuk memberikan umpan balik pribadi kepada setiap pemain. Tujuanya adalah memberi Anda pilihan. Jika Anda menarik kartu bergambar kapal dan itu menempatkan Anda dalam utang, pertanyaannya adalah, “Sekarang, apa yang dapat Anda lakukan?” Berapa banyak pilihan finansial yang berbeda dapat Anda ajukan? Itulah tujuan permainan itu: mengajar pemain untuk berpikir dan menciptakan pilihan-pilihan finansial yang baru dan beragam.
Ada orang yang bermain CASHFLOW memperoleh banyak uang dalam permainan itu, tetapi mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hal itu. Kebanyakan dari mereka juga tidak berhasil secara finansial dalam kehidupan nyata sehari-hari. Setiap orang lain kelihatan lebih maju daripada mereka, sekalipun mereka mempunyai banyak uang. Dan itu benar dalam kehidupan nyata. Ada banyak orang yang mempunyai banyak uang dan tidak maju secara finansial.
Membatasi pilihan Anda sama saja dengan bergantung pada gagasan-gagasan lama. Saya mempunyai seorang teman SMU yang sekarang bekerja di tiga pekerjaan. Dua puluh tahun yang lalu, dia adalah yang terkaya di kelas saya. Ketika perkebunan gula setempat ditutup, perusahaan tempat dia bekerja turut merosot bersama perkebunan itu. Dalam benaknya, dia hanya mempunyai satu pilihan dan itu adalah pilihan kuno: bekerja keras. Masalahnya adalah, dia tidak dapat menemukan pekerjaan setara yang mengakui senioritasnya dalam perusahaan lama. Akibatnya, pekerjaan yang sekarang dia dapatkan sebenarnya berada di bawah kualifikasi yang dimilikinya, sehingga upahnya pun lebih rendah. Dia sekarang mengerjakan tiga pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk bertahan hidup.
Hal 129
Sebagai anak muda, Mike dan saya terus-menerus diberi tahu oleh ayah saya yang kaya bahwa “Uang tidaklah riil”. Ayah yang kaya kadang-kadang mengingatkan kami tentang betapa dekatnya kami dengan rahasia uang pada hari pertama kami berkumpul dan mulai “membuat uang” dari batu gips. “Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang“, katanya. “Orang kaya menciptakan uang. Semakin riil uang itu menurut kalian, semakin keras kalian akan bekerja untuknya. Jika kalian dapat mengerti gagasan bahwa uang tidak riil, kalian akan tumbuh lebih kaya dengan lebih cepat.”
Satu-satunya aset yang paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita. Jika pikiran dilatih dengan baik, ia dapat menciptakan kekayaan yang luar biasa dalam waktu yang kelihatannya singkat. Kekayaan yang melampaui impian para raja dan ratu 300 tahun yang lalu. Pikiran yang tidak terlatih juga dapat menciptakan kemiskinan yang ekstrim yang akan terus berlanjut dengan mengajarkannya pada keluarga mereka.
Hal 153:
Di sekolah dan tempat kerja, pendapat populer adalah ide tentang “spesialisasi”. Yakni, untuk mendapatkan uang lebih banyak atau dipromosikan, Anda harus mengambil “spesialisasi“. Itu sebabnya para dokter medis selalu mencari spesialisasi. Hal yang sama juga berlaku untuk akuntan, arsitek, pengacara, pilot, dan lain-lain. Ayah saya yang berpendidikan bercaya pada dogma yang sama itu. Itu sebabnya dia sangat bersemangat ketika dia akhirnya mencapai gelar doktoralnya. Dia sering mengakui bahwa sekolah mengganjar orang yang semakin banyak belajar tentang apa yang kurang.
Ayah yang kaya mendorong saya untuk melakukan hal yang sebaliknya, “Kamu ingin tahu sedikit tentang apa yang banyak” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang yang berbeda dalam perusahaannya. Untuk sementara, saya bekerja di departemen akuntingnya. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar lewat “osmosis” (pelajaran/pengertian yang berangsur-angsur). Ayah yang kaya tahu saya akan mengambil “jargon” dan pengertian akan apa yang penting dan apa yang tidak penting. Saya juga bekerja sebagai kenek dan pekerja bangunan, dan juga penjualan, pemesanan, dan pemasaran. Dia “mengurus” Mike dan saya. Itu sebabnya dia mendesak kami duduk dalam pertemuan dengan para bankir, pengacara, akuntan, dan broker-nya. Dia ingin kami tahu sedikit tentang setiap aspek imperiumnya.
Hal 156:
Sekali orang terjebak dalam proses seumur hidup untuk membayar tagihan, mereka menjadi seperti tupai kecil yang berlari-lari dalam lingkaran sangkar mereka yang kecil. Kaki-kaki kecil mereka yang berbuku berputar mati-matian, sangkarnya pun berputar kencang, tetapi ketika esok tiba, mereka masih tetap berada dalam sangkar yang sama: pekerjaan yang hebat (sindiran, red)
Hal 160:
Ketika saya bertanya pada kelas yang saya ajar, “Berapa banyak dari kalian yang dapat memasak hamburger yang lebih enak ketimbang McDonalds?” Hampir semua murid mengangkat tangan mereka. Kemudian saya bertanya, “Jadi, jika kebanyakan dari kalian dapat memasak hamburger yang lebih enak, bagaimana McDonald’s bisa menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?”
Jawabannya jelas: McD sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri untuk membangun hamburger yang lebih enak, dan hanya tahu sedikit atau tidak sama sekali tentang sistem bisnis.
Hal 164:
Kedua ayah saya bersifat murah hati. Keduanya mudah memberi. Mengajar adalah satu cara mereka untuk memberi. Semakin banyak mereka memberi, semakin banyak yang mereka terima. Satu perbedaan yang mencolok adalah dalam hal memberikan uang. Ayah yang kaya memberikan banyak uang begitu saja. Dia memberi pada tempat ibadahnya, yayasannya, untuk berbagai kegiatan amal. Dia tahu bahwa untuk menerima uang, Anda harus memberi uang. Memberi uang adalah rahasia bagi kebanyakan keluarga yang sangat kaya. Itu sebabnya ada organisasi seperti Rockefeller Foundation dan Ford Foundation. Organisasi-organisasi itu dirancang untuk mengambil kekayaaan mereka dan meningkatkannya, dan juga memberikannya untuk selama-lamanya.
Ayah saya yang berpendidikan selalu mengatakan, “Bila saya mempunyai uang lebih, saya akan memberikannya.” Masalahnya adalah, tidak pernah ada uang lebih. Maka dia bekerja semakin keras untuk mendapatkan uang lebih banyak daripada memfokuskan diri pada hukum uang yang paling penting, “Berikanlah dan Anda akan menerima”. Sebaliknya dia percaya pada “Terimalah dan kemudian Anda memberi”.
Hal 215:
Kita pergi ke sekolah untuk belajar suatu profesi sehingga kita dapat bekerja untuk mendapatkan uang. Menurut pendapat saya, belajar bagaimana memiliki uang yang bekerja untuk Anda juga penting.
Saya menyukai kemewahan saya seperti halnya orang lain. Perbedaannya asalah, sebagian orang membeli kemewahan mereka dengan cara kredit. Ini jebakan -mengikuti-keluarga-Salim. Ketika saya ingin membeli mobil Porsche, jalan yang termudah adalah menelpon bankir saya dan mendapatkan pinjaman. Alih-alih memilih berfokus pada kolom liabilitas, saya memilih berfokus pada kolom aset.
Sebagai kebiasaan, saya menggunakan hasrat/nafsu saya untuk mengkonsumsi untuk mengilhami dan memotivasi kejeniusan finansial saya untuk berinvestasi.
Sekarang ini terlalu sering, kita lebih berfokus pada meminjam uang untuk mendapatkan hal-hal yang kita inginkan ketimbang berfokus pada menciptakan uang. Yang satu lebih mudah untuk jangka pendek, tetapi lebih sulit untuk jangka panjang. Adalah suatu kebiasaan buruk bahwa kita sebagai individu dan sebagai bangsa telah jatuh ke sana. Ingatlah, jalan yang mudah seringkali menjadi sulit, dan jalan yang sulit menjadi mudah.
Hal 218
Ayah saya yang kaya memberi uang sekaligus pendidikan. Dia sangat percaya akan zakat atau derma. Dia akan selalu mengatakan, “Jika kamu menginginkan sesuatu, kamu harus memberi lebih dulu.” Ketika dia kekurangan uang, dia tetap memberikan uangnya pada tempat ibadah atau ke lembaga sosial kesukaannya.
Jika saya dapat meninggalkan satu gagasan tunggal untuk Anda, ya gagasan itu. Kapanpun Anda merasa “kekurangan” atau “membutuhkan” sesuatu, berikanlah dulu apa yang Anda inginkan dan itu akan kembali pada Anda berlimpah-limpah. Itu benar untuk uang, sesungging senyum, cinta, dan persahabatan. Saya tahu hal ini seringkali merupakan hal terakhir yang mau dilakukan seseorang, tetapi itu selalu berhasil untuk saya. Saya percaya bahwa prinsip timbal balik itu benar, dan saya memberikan apa yang saya inginkan. Saya menginginkan uang, maka saya memberikan uang, dan itu kembali berlipat ganda. Saya ingin meningkatkan penjualan, maka saya membantu orang lain menjual sesuatu, dan penjualan pun mendatangi saya. Saya menginginkan koneksi, dan saya membantu orang lain mendapatkan koneksi, dan seperti sulap, koneksi mendatangi saya. Beberapa tahun yang lalu, saya mendengar sebuah perumpamaan yang berbunyi, “Tudah tidak perlu menerima, tetapi manusia perlu memberi”.

No comments: